Monday, June 15, 2009

dengan hati

Film yang kami buat dengan hati. Untuk inspirasi kita semua.”

-Salman aristo-


 

Hari itu adalah kali pertama kami berkunjung ke Sekolah Sepakbola Arsenal-Indonesia. Begitu turun dari taksi bluebird yang mengantar kami ke sebuah klub olahraga para ekspatriat itu, kami sudah bisa melihat beberapa anak Indonesia berseragam Arsenal sama seperti mas Aris, yang dengan alasan emosional hari itu mengenakan kaos Arsenal. Sedangkan saya, yang datang dengan perasaan gengsi, pagi itu mengenakan baju Liverpool kebanggaan saya. Hahahaha.  Agak freak mungkin bagi sebagian orang, tapi hal itu menunjukkan kebanggaan dan kecintaan kami yang besar terhadap klub dan sepakbola. Termasuk juga sepakbola Indonesia. Yah, kalau tidak buat apa kami berada di sini pagi ini?  



Makanya gak heran kalo saking cintanya Mas Aris sama sepakbola Indonesia, dia kepikiran buat bikin cerita Garuda di Dadaku. Terinspirasi dari sebuah lagu yang selalu bikin merinding ketika dinyanyiin sama supporter timnas Indonesia tiap kali timnas maen. Intinya, kami emang gak bisa maen bola atau jadi pengurus pssi, atau bahkan punya klub sepakbola. Yang kami bisa cuma bikin film. Jadi, gak ada salahnya juga kan kalo kita coba buat berkontribusi buat sepakbola Indonesia yang bocah-bocahnya punya semangat dan skill yang luar biasa ketika bermain sepakbola. Kita emang bukan Brazil, but trust me.. semangat anak-anak yang saya lihat selama berkeliling sekolah sepakbola... sungguh luar biasa. Gak kalah sama anak-anak Brazil. Benar-benar gak pernah terlintas di benak saya sebelumnya... Awsome!



Hari ini kami memang berencana bertemu dengan salah seorang pengurus SSI-Arsenal yang bernama Om Heri. Kebetulan, ternyata Om heri ini adalah teman lama Shanty Harmayn, sang produser film yang sedang kami garap. Untuk penggarapan ini pula kami berencana untuk melakukan talent scouting di SSI-Arsenal. Dan Om Heri, akan berperan sebagai orang yang bisa memberikan kami akses untuk melihat secara lebih dekat anak-anak penggila bola ini.

 


Setelah ngobrol beberapa menit, Om heri kemudian mempersilahkan kami untuk melihat satu per satu siswa SSB Arsenal secara langsung. Gak sabar, saya yang sudah hampir frustasi setelah satu setengah bulan gak berhasil menemukan si calon pemain utama langsung ngacir ke tengah lapangan ditemani mas Aris dan sebuah Handycam bermerk Sony yang selalu menemani dalam setiap proses casting yang saya jalani.

 


Satu per satu lensa kamera saya arahkan ke anak-anak yang sedang melakukan latihan rutin. Dribling bola, passing, shooting... semuanya. Dengan diarahkan oleh beberapa orang pelatih bule, mereka semua tampak begitu bersemangat walau saat itu cukup terik mataharinya.

 


Hingga lensa kamera saya itu tiba-tiba tertuju kepada seorang anak yang terlihat cukup menonjol dari yang lainnya. Oke, mungkin dia bertubuh lebih kecil dari anak-anak lainnya, tapi si kecil ini mengingatkan saya akan Michael Owen di tahun 1998. Kecil, gerakannnya gesit, rajin serta terlihat begitu serius menyimak arahan-arahan dari para pelatih yang sesekali menggunakan bahasa Inggris tersebut.

 


Tak berapa lama, Om Heri mendatangi kami di tengah lapangan. Ia menanyakan apakah kami sudah menemukan yang kami cari? Saya dan Mas Aris segera menunjuk si bocah cilik nan lincah itu.

 


Sambil senyum-senyum, Om Heri kemudian mengatakan “Itu anak Saya”. WUhahaahhahahaah. Seriously!?

 


Sedikit bercerita tentang Om heri, Dia adalah pencinta sepakbola sejati. Saking cintanya dia dengan sepakbola ia mulai meracuni anak-anaknya dengan sepakbola. Hasilnya, 2 dari 3 anaknya pun ikut kerajingan sepakbola. Emir dan Karil sama-sama berbagi passion bermain bola. Suatu hari, Emir  yang mulai jatuh cinta dengan sepakbola mengajukan diri untuk bergabung dalam tim sepakbola di sekolahnya. Namun, Karena sudah full, Emir gak bisa masuk ke dalam tim. Melihat keinginan besar si anak untuk masuk ke dalam tim sepakbola, Om Heri kemudian bersama-sama orangtua murid lainnya membentuk sebuah klub untuk berlatih sepakbola. Sebuah klub yang semakin lama semakin berkembang hingga akhirnya dilirik untuk  bekerjasama bersama sebuah klub besar Inggris bernama ARSENAL.

 


Dan begitulah. Kecintaan orang-orang ini terhadap sepakbola benar-benar membuat sebuah keajaiban yang tidak pernah terduga sebelumnya.  Seperti kata orang-orang, Kalau kita berusaha, maka alam semesta seakan memberikan dukungan kepada kita.

 


Dan siang itu, kami meninggalkan SSI-Arsenal dengan optimisme: “We  surely going to make a difference in Indonesian football by making this film”

 

 

GARUDA DI DADAKU, dengan hati untuk sepakbola Indonesia. 

2 comments:

sep[tiany] utami dewi said...

me..gue pengen banget nonton film ini!!! lusa rilis yaa??
good luck, me..promosinya udah gencar banget!!

amelya oktavia said...

Thx Sep! Really appreciate it!