Sunday, November 04, 2007

November 4th

Seorang laki-laki umur 50 tahunan mencoba untuk naik ke dalam angkot. Mukanya pucat. Bajunya sederhana. Kemeja batik lusuh, celana bahan yang dibawahnya dilipat beberapa kali karena kepanjangan, dan sandal jepit. Di tangan sebelah kanan dia bawa satu buah mangga, di tangan sebelah kirinya dia menggenggam erat es cendol dalam plastik dan sebatang tongkat kayu yang berbentuk seperti tongkat sapu.

 

Tapi entah kenapa, mungkin karena kakinya tidak bisa digerakkan secara sempurna, butuh waktu satu menit-an lebih untuk bisa masuk ke dalam angkot.

 

Gue berusaha menolong dengan menyisihkan tongkat yang terganjal di pintu dan menarik tangannya, dengan harapan dia bisa punya pegangan yang cukup kuat buat narik tubuhnya yang gak berfungsi dengan baik tadi. Tiba –tiba gue merasakan dingin di sekujur tangan, pinggang dan kaki. Es cendol yang dia coba buat pegang erat erat dengan tangan kirinya tumpah. Bercecer di tangan, kaki, serta kursi penumpang angkot yang  kosong. Air liur keluar dari mulutnya.

 

Gue yang lagi megang tangannya dia dan kena tumpahan cendol pun jadi berasa agak jijik dan deg-degan. Ada apa  dengan orang ini? Apakah dia sakit? Atau mungkin punya kelainan jiwa. Bukan. Sepertinya bapak ini penderita stroke… Persis seperti apa yang sering gue lihat di tv. Persis seperti yang gue ingat pernah gue baca, persis seperti apa yang pernah gw dan teman-teman bicarakan dalam obrolan-obrolan gak serius tentang penyakit yang mungkin akan menimpa orang tua, atau mungkin kita sendiri di saat tua.  

 

Dia berhasil masuk dan duduk disamping perempuan muda di belakang supir. Dan dengan air liur yang masih menetes deras dari mulutnya tanpa terkontrol, dia melihat  gue. Seolah-olah bibirnya mau mengatakan sesuatu, tapi gak bisa. Dia kemudian mengangkat telapak tangannya yang terbuka ke atas menuju arah gue. Well, kayaknya dia mau bilang terimakasih. Dan gue balas dengan memberi isyarat yang sama…

Setelah dia duduk, perempuan muda yang duduk tepat disampignya mulai merasa risih. Dan ketika angkot berhenti karena mau mengangkut penumpang lagi, si perempuan muda memutuskan untuk pindah duduk di depan, di samping pak supir.  

 

Tak lama, seorang penumpang pun masuk. Laki laki tegap, umur 40-an. Duduk di kursi yang penuh dengan tumpahan es cendol dia pun merasa risih juga, setelah melihat si bapak menggenggam plastik es cendol, kemudian dia berkata ke si bapak tua dengan ketus ”air apa nih pak?” . Bapak tua lagi lagi berusaha untuk berbicara. Mencoba buat menggerakkan bibirnya dengan harapan bisa mengeluarkan kata kata untuk menjawab pertanyaan. Tapi gak bisa.

 

Sepasang suami istri berumur 40-an juga berniat untuk naik ke dalam angkot. Si perempuan naik duluan. Langsung sadar akan tumpahan cendol yang berceceran di sepanjang kursi penumpang. Dengan wajah jijik, dia tetap masuk dan duduk. Si Suami masuk belakangan. Melihat ceceran cendol, dan lelaki tua, si suami segera menarik istrinya keluar dari angkot.

 

Supir angkot kelihatan kesal. Sambil agak membentak dia lalu melihat ke arah bapak tua dan bertanya “Bapak mau kemana?”. Si bapak tdk bisa menjawab. Dia mengacungkan jari tangan, menunjuk arah. Depan. Supir tidak megerti. Kesal karena calon penumpangnya tidak jadi naik. Itu berarti satu kesempatan untuk menambah setorannya hari ini hilang. Dengan nada yang cukup keras dia bilang kepada bapak tua  “Pak. Turun disini aja. Saya gak bisa bayar setoran kalo gini caranya.!” Kemudian dia turun dari kemudi, menghampiri si bapak yang duduk tepat dibelakangnya, dan menariknya keluar dari angkot.

 

Dan gue Cuma bisa terdiam.

 

Setelah bapak tua keluar, supir  membersihkan ceceran cendol di kursi penumpang dan kembali memanggil calo penumpang yang tidak jadi naik tadi. Tapi dua orang itu tetap tidak mau naik.    

 

Angkot kembali berjalan, dengan orang-orang didalamnya masih membicarakan tentang si bapak tua menjijikkan, dan mereka pikir dia tidak waras.

 

dia stroke…”  

2 comments:

ginatri noer said...

lo kesel gak me sama diri lo sendiri? untuk gak ngebelain dia? untuk cuma diam? karena tiap gue ngalamin kejadian kayak gini, gue merasa bersalah karena enggak ngapa2in... *sigh*

hafidzha alkhairid said...

setuju gw gin..tapi biasanya gw bereaksi seperti ame..heiz..